Film Muhammad: The Mesenger of God (2015) Majid Majidi
Akhlak Muhammad Rasululullah Saw: Muhammad Kecil Tidak Pernah Menangis

Akhlak Rasulullah Saw Sejak Masa Kecil

Diposting pada

Kita semua tahu dan sepakat bahwa Muhammad Rasulullah Saw adalah manusia yang paling mulia di muka bumi ini. Akhlaknya sungguh terpuji. Pujian itu bahkan dilukiskan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’anul Kariim. Misalnya dalam surat Al-Qolam surat ke-68 ayat ke-4.

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

Artinya:“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yang agung.” (QS Al-Qalam [68]: 4).

Tujuan Muhammad Bin Abdullah diutus sebagai rasul di dunia ini juga untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini tersurat dalam sebuah hadits;

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Pertanyaan kita, lalu bagaimana akhlak Nabi Muhammad Rasulullah Saw pada masa kecilnya?

 

Muhammad Bayi Tidak Pernah Menangis 

Digambarkan dalam sebuah film berjudul Muhammad: The Messenger of God (2015) yang disutradarai oleh sutradara terbaik asal Iran Majid Majidi, Muhammad saat bayi tidak pernah menangis dihadapan Ibundanya Aminah. Meskipun Muhammad kecil merasakan kehausan dan membutuhkan ASI.

Film berdurasi 178 menit itu, mengisahkan betapa Ibunda Aminah sangat sedih, karena dirinya tidak mampu memberikan ASI bagi Muhammad. Orang yang pertama kali menyusui adalah Budak dari Jamilah (istri Abu Lahab) yang bernama Tsuwaibah. Belum lama menyusui, Abu Lahab melarang Tsuwaibah memberikan ASI kepada keponakannya itu, karena tidak suka.

Hal itu membuat ayahnya, Abdul Muthalib marah dan melabrak Abu Lahab ke rumahnya. Bagaimana mungkin seorang paman tega membiarkan keponakannya kelaparan? Namun, tetap Muhammad kecil tidak mendapatkan ASI.

Kendati demikian, yang membuat Bunda Aminah lebih sedih adalah tidak adanya tangisan atau rengekan dari mata bayi Muhammad Saw, seperti bayi-bayi normal lainnya. Ada kekhawatiran pada hati Bunda Aminah, mengapa anaknya tidak menangis saat kehausan?

Hal ini seakan-akan melukiskan sebuah akhlak yang mulia, bahwa Muhammad sejak bayi tidak ingin merepotkan ibunya dengan tangisan dirinya. Muhammad bayi tidak mau membuat ibundanya merasa cemas dan gelisah mendengar rengekan dirinya yang kelaparan.

Sampai akhirnya datang sosok perempuan yang memang sengaja datang ke Mekkah untuk menawarkan jasa menyusui. Dia bernama Halimah Sa’diyah. Itupun melalui isyarat dari unta kurusnya yang lepas dari pasar, saat hendak dijual oleh suaminya, karena terpaksa, kehabisan bekal untuk pulang.

Unta itu berlari tunggang langgang menabrak apapun yang ada di pasar untuk pergi menuju rumah Bunda Aminah dan Muhammad kecil, yang tidak jauh dari pasar pusat kota Mekkah saat itu.

Dengan kebingungan, Halimah mengendap-endap menyuruh untanya kembali ke suaminya. Namun, justru unta itu duduk di halaman rumah Bunda Aminah dengan tenangnya.

Bunda Aminah yang menyadari ada orang di depan rumahnya, langsung sigap menyambut tamunya itu dengan sangat ramah, sembari mengajak Halimah masuk dan meminta anak yang digendongnya juga beristirahat dengan nyaman. Termasuk membiarkan unta Halimah tetap di posisinya.

Setelah berkenalan dan memakan jamuan berupa kurma dan minum air, Halimah meletakkan anak yang digendongnya, berbaring di ranjang sebelah Muhammad, yang pada saat itu sedang berada di ayunan.

Naluri keibuan itu muncul, Halimah memohon izin kepada Bunda Aminah agar Ia menyusui Muhammad. Karena mengetahui Muhammad terlihat kehausan. Bunda Aminah pun dengan senang hati mengizinkannya.

Halimah lalu menggendong Muhammad, dan memberikan ASI lewat payudara sebekah kanannya. Anehnya Halimah menangis.

Bunda Aminah lalu bertanya, “kenapa engkau menangis?” 

“ASI sebelah kanan saya sudah lama tidak tersalurkan. Dan sekarang dia (Muhammad) bisa meminumnya.” jawab Halimah.  

Sungguh ini merupakan keberkahan dari Bayi Muhammad yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada Halimah Sa’diyah.

Akhirnya Bunda Aminah sepakat Bayi Muhammad disusui oleh Halimah Sa’diyah selama 2 tahun.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *