Narapidana dan mantan narapidana adalah aib bagi keluarga serta sampah bagi masyarakat. Setidaknya dua stigma itulah yang melekat kepada Para Napi. Dari pemuda berjiwa sosial tinggi Achmad Nur dengan Komunitas Garis Hitam Project (GHP) yang ia bangun di Sulawesi Barat, kita akan belajar bagaimana memanusiakan manusia dengan sebenar-benarnya. Seperti apa kisahnya?
Jamal, pilarteduh.com
Berawal dari kepeduliannya terhadap isu diskriminasi terhadap mantan narapidana perempuan atau warga binaan di Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, Achmad Nur (26) terketuk nuraninya.
Diskriminasi itu benar-benar terjadi. Para mantan narapidana ternyata tidak hanya mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan sebagai sumber nafkah sehar-hari, namun juga diasingkan oleh keluarganya sendiri. Bayangkan betapa sulitnya bertahan hidup dalam keadaan seperti itu.
Bahkan menurut pengakuan salah satu mantan narapidana perempuan Eviana (31), dirinya lebih memilih untuk tetap berada di Lapas ketimbang kembali ke tengah masyarakat, lantaran sudah tidak ada keluarga yang mau menerimanya lagi. Namun, Ia harus tetap hidup karena memiliki tanggung jawab membesarkan buah hatinya.
Achmad Nur membangun Komunitas Garis Hitam Project (GHP) bertujuan memperjuangkan Narapidana dan Mantan Narapida Perempuan untuk mendapatkan hak kesetaraannya.
Caranya adalah dengan membangun model bisnis sosial (sosialpreneur) dengan memberdayakan Para Napi Perempuan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas III Mamuju, Sulawesi Barat.
Program GHP ini memberikan pelatihan kewirausahaan bagi Para Napi dan Mantan Napi Perempuan di Lapas.
Para Napi membuat kerajinan tangan (hand made) berupa bosara (penutup makanan tradisional), roti, tas anyaman, gantungan kunci dan lainnya. Sedangkan Mantan Napi yang sudah berada di luar lapas diberikan pelatihan untuk memproduksi tote bag dengan packing dari anyaman daun kelapa.
Semua hasil produk karya binaan GHP di Lapas ini kemudian dipasarkan di event bazar, pameran, media sosial Instagram @garishitamproject & @ghmerchendise, atau sistem pre-order terutama untuk produk-produk tertentu yang dibuat di dalam Lapas.
“Garis Hitam Project awal terbentuknya sebagai komunitas sosial biasa pada tahun 2019. Lalu menyelenggarakan Festival Inklusi berkolaborasi dengan 15 komunitas sosial lainnya pada tanggal 14 Februari 2020. Kemudian kami sepakat membentuk badan hukum pada akhir tahun 2021. Fokus utamanya sosialpreneur pemberdayaan narapidana dan mantan narapidana perempuan di LPP Kelas III Mamuju, Sulawesi Barat,” ungkap Achmad pada tim pilarteduh.com.
Sebagai inisiator event Festival Inklusi 2020, GHP menampilkan tarian beserta hiburan musik oleh warga lapas dan mantan warga lapas serta berhasil menghadirkan 117 siswa siswi sebagai bagian kampanye membangun lingkungan yang inklusif.
Achmad bercerita pada awalnya para pengurus GHP menganggap para napi itu orang-orang yang bercitra buruk, seram, tidak ramah dan berbagai stigma negatif lainnya, seperti apa yang ditampilkan di media-media. Namun, setelah mengenal mereka lebih dekat, ternyata tidak seperti itu. Mereka melakukan kejahatan karena himpitan ekonomi dan kondisi sosial lainnya.
“Fokus GHP adalah pemberdayaan napi dan mantan napi perempuan. Karena faktanya cenderung lebih sulit diterima kembali di keluarga, masyarakat, maupun mencari pekerjaan,”jelasnya.
Achmad Nur bermimpi besar melalui Garis Hitam Project, diharapkan menjadi wadah bagi napi dan mantan napi perempuan agar bisa mendapatkan pelatihan kerja serta mudah di terima kembali di tengah masyarakat.
Visi kesetaraan bagi napi perempuan melalui metode sosialpreneur Garis Hitam Project ini sejalan dengan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Astra Internasional yang terus mengajak generasi muda untuk selalu semangat bergerak dan tumbuh bersama.
Melalui program Satu Indonesia Awards (SIA) Tahun 2021, sosok Achmad Nur dengan Garis Hitam Project mendapatkan apresiasi tingkat Provinsi Sulawesi Barat berupa uang tunai 5 juta rupiah, sertifikat penghargaan, serta merchendise.
Tidak hanya itu, GHP juga menyalurkan paket sembako dari Astra Internasional kepada 50 KK Narapidana dan Mantan Narapidana Perempuan dengan nilai total Rp. 9.575.000.
Dukungan terus mengalir dari Pemerintah Kabupaten Mamuju dan Gubernur Sulawesi Barat, serta BUMN. GHP mendapatkan bantuan berupa alat-alat produksi pembuat roti, pemanggang roti, serta mesin jahit dari para stakeholder tersebut.
Bahkan Agen Tourism dari USA Radiant Life juga bermitra dengan GHP. Mereka pernah mengirimkan utusan mahasiswa pascasarjana dari USA untuk berinteraksi langsung dengan warga binaan di LPP Kelas III Mamuju, Sulawesi Barat.
Dari Komunitas Garis Hitam Project yang dibangun Achmad Nur ini, kita banyak belajar bagaimana caranya memanusiakan manusia. Memaafkan mereka, menerima mereka, serta merangkul kembali mereka dengan uluran tangan untuk kembali menjalani hidup dengan normal. (jam)