INDRAMAYU, Kamis (27/06/2022) pilarteduh.com-Belum lama semenjak harga rajungan normal kembali selepas Covid 19 nelayan rajungan di Jawa Barat kembali dihadapkan kepada masalah harga yang sejak satu bulan lebih harga rajungan turun drastis dari yang 140 ribu perkilo menjadi 25 ribu perkilo. Harga yang sangat jauh dari biaya perbekalan nelayan rajungan sekali berangkat memerlukan biaya tambahan selain solar. Ada gas untuk merebus rajungan, ikan sebagai umpan rajungan, dan memerlukan biaya untuk satu tripnya bisa mencapai 7 juta hingga 10 juta.
Jika nelayan mendapatkan 200 kg paling tinggi hanya mendapatkan 5 juta dan belum dipotong biaya operasional. Hal ini tidak hanya berdampak kepada para nelayan rajungan tetapi juga perempuan sebagai pengelola (piker) daging rajungan yang perhari mendapatkan 100 ribu paling sedikit, selain perempuan ada supir, kuli angkut yang mereka dapatkan hingga 150 ribu. Dengan kondisi ini banyak nelayan rajungan untuk tidak memilih kelaut dari pada harus memaksakan dengan menambah beban hutang. Kosim Nelayan Rajungan asal Desa Pabean Udik Indramayu, lebih memilih untuk tidak pergi melaut karena akan ada resiko hutang jika harus dipaksakan.
Dampak Inflasi Amerika dan Nasib Nelayan Rajungan di Jawa Barat
Perikanan rajungan merupakan penyumbang devisa terbesar sektor perikanan Indonesia dengan nilai eksport US$ 367,5 (5,2 trilyun) pada periode hingga Oktober 2021 rajungan menempati urutan ketiga setelah udang (40 %), tuna (13 %) dan rajungan (11%). Jika merujuk data 2022 pengiriman ekspor terbesar adalah Amerika 2.228 ribu ton dengan 82 % rajungan terserap ke negeri Paman Sam tersebut. Dengan adanya inflasi di Amerika Serikat hingga 8 % berdampak kepada konsumsi rumah tangga 70 % yang menopang PDB AS turun dari 4,4 % menjadi 3,7 %. Selain beban lonjakan ekonomi yang tidak lepas dari dampak perang Rusia-Ukraina.
Perkiraaan jumlah nelayan rajungan di Jawa Barat adalah 19.515 yang terdiri dari nelayan jaring 12.962 dan nelayan bubu 6.553. Total jumlah nelayan rajungan seperti Bekasi 1.138, Karawang 4.201, Indramayu 3.431 dan Cirebon 10.475. Jika dihitung jumlah nelayan berdasarkan pemilik kapal maka bisa dijumlah dengan para Anak Buah Kapal (ABK) yang rata-rata satu perahu berisi 5 ABK jika dikalikan 19.515 maka ada sekitar 97.575 para nelayan rajungan yang berdampak akibat rendahnya harga rajungan, belum tempat pengelolaan rajungan yang rata-rata mengerjakan 10 hingga 20 perempuan pengupas rajungan.
Budi Laksana Sekretaris Jendral Serikat Nelayan Indonesia (SNI) dan koordinator Forum Komunikasi KUB Nelayan Rajungan Jawa Barat menyampaikan. “masalah harga rajungan ini tidak hanya di Jawa Barat, tapi daerah-daerah lainnya di Indonesia juga terkena dampaknya. Pemerintah perlu turun tangan dalam melihat dampak ini. Jangan selalu menyebutkan rajungan penyumbang devisa negara, tapi saat rajungan harganya kritis pemerintah lalai dan membiarkan. Perlu ada tanggung Jawab pemerintah secara konstitusional dalam mandat UU Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam No.7 Tahun 2016 jelas disitu.” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Jamhuri selaku Wakil Ketua SNI Kabupaten Cirebon banyak anggotanya nelayan rajungan di Kabupaten Cirebon yang tidak berangkat kelaut. “mereka semua hampir tidak melaut rata-rata mereka untuk bertahan hidup hanya mengandalkan pinjaman dan jual barang yang ada dirumah. Kalau masih ada yang laku barang dijual ya dijual, kalau tidak ada ya hutang sama bank keliling dengan bunga yang sangat tinggi” tutupnya. (Jam/rls)