Sebuah universitas ternama tengah melakukan acara wisuda tepat di akhir tahun. Ratusan wisudawan telah duduk di kursi yang disediakan. Mereka semua kompak mengenakan baju toga lengkap. Hari ini mereka akan mendapatkan momen bahagia sepanjang hidup. Di akhir nama mereka akan diberikan gelar Sarjana Hukum (S.H). Professor tersohor yang menjabat sebagai guru besar di kampus hebat tersebut hadir memasuki aula prosesi wisuda.
Semua peserta wisudawan, dosen, rektor, beserta tamu undangan berdiri memberikan hormat kepada orang yang paling cerdas dibidang hukum itu. Setelah beberapa sesi dari mulai pembukaan sampai sambutan-sambutan dan acara inti penyematan tali toga berjalan dengan lancar.
Namun, ketika pengumuman mahasiswa terbaik, giliran professor memberikan sambutan dan ucapan selamat kepada salah satu murid paling pintar. Tapi, yang terjadi, professor malah memaki-maki mahasiswa the best itu.
Semua tertegun, kaget apa sebenarnya yang terjadi. Kata-kata tidak pantas dilontarkan oleh guru besar tersebut. Semua diam, tidak ada yang protes. Sampai akhirnya, professor berkata “Kamu keluar dari tempat ini!”. Memberikan isyarat kepada mahasiswa peraih penghargaan the best student itu. Belum selesai, professor menyatakan kepada semua wisudawan hukum, “Kalian semua gagal dan harus mengulang lagi dari nol”. Para mahasiswa kebingungan. Bayangkan, sudah kuliah 4 tahun, menghabiskan banyak biaya dan waktu, sekarang mereka harus ulang dari awal.
Setelah seenaknya professor melakukan hal itu, beliau keluar dengan tenang. Di ruangan rektorat heboh. Rektor menanyakan kepada profesor, “Mengapa Anda melakukan hal ini?”. Profesor menjawab “Iya, Saya ingin melakukan ujian terakhir kepada mereka semua, tapi mereka semua gagal. Saya memaki-maki mahasiswi terbaik tadi, tapi tidak ada satupun yang membelanya. Termasuk si mahasiswa yang ‘katanya’ terbaik itu menurut saja apa yang saya katakan. Seharusnya mereka semua harus menegakkan keadilan, dan berdiri melawan kezaliman seperti yang saya lakukan tadi. Meskipun saya seorang profesor. Karena hukum tidak ada pandang bulu dan diskriminasi”.
Ini hanya kisah fiktif, tapi ada kebijaksanaan yang bisa kita jadikan pelajaran. Islam mengajarkan manusia harus berbuat adil, melakukan kebaikan dan memerangi kezaliman. Dalam hadis bahkan disebutkan, “tolonglah saudaramu yang zalim dan yang dizalimi” hal ini menunjukan pesan dari nabi agar kita tidak tinggal diam terhadap orang yang dizalimi dan bahkan harus lebih meningkatkan waspada agar seseorang tidak sampai menzalimi orang lain.
[1]”Barangsiapa yang diam ketika melihat kezaliman terjadi, maka sama saja dia menyetujui perbuatan zalim tersebut”. Selama kita mampu menghentikan keburukan, maka hentikanlah. Tapi, ketika keadaan dan kondisinya tidak memungkinkan, maka minimal mengutuknya di dalam hati.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al-Maidah: 8)
[1] Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad: Sebuah Karya Monumental Terlengkap tentang Jihad Menurut Al-Qur’an dan Sunnah” (Terjemahan Irfan Maulana Hakim dan Arif Munandar Riswanto), (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010), h. 111