Ada seorang masuk ke supermarket. Ia pengen beli buah jeruk 10 Kg. Sebagaimana konsumen pada umumnya. Ia pengen beli jeruk yang berkualitas dengan rasa yang manis. Pertanyannya, gimana caranya biar dapat jeruk yang manis?
Cara pertama, cobain satu jeruk saja. Kalau satu jeruk itu manis. Maka jeruk yang lainnya juga pasti manis. Kalau satu jeruk itu asam, maka pasti jeruk yang lainnya juga asam.
Cara kedua, cobain semua jeruk 10 Kg yang ada di supermarket satu persatu. Sehingga Ia bisa tahu dengan pasti bahwa jeruk yang Ia beli manis atau tidak.
Cara ketiga, mencari data sebanyak-banyaknya tentang jenis 10 kg jeruk yang akan dibeli dari supermarket apakah manis atau tidak. Menanyakan orang lain yang pernah beli jeruk itu, menanyakan kepada pelayan, mencari review di internet, sampai benar-benar menyimpulkan bahwa jeruk itu manis, tanpa mencobanya sama sekali.
Cara yang pertama kita telah melakukan sesat pikir yang disebut dengan Hasty generalization (overgenerlization). Kita hanya mencoba satu, dua, atau tiga jeruk lalu kemudian kita menyimpulkan bahwa semua jeruk sebanyak 10 kg yang kita beli itu manis. Ini namanya sesat pikir akibat generalisasi.
Pernahkah kita beli jeruk murah di jalanan, kita coba satu rasanya manis. Pas sampai rumah, kita cobain yang lainnya eh ternyata asem. Kita kena tipu sama si penjual jeruk abal-abal. Kesel nggak tuh?
Cara pertama juga biasa digunakan untuk lembaga survei politik dengan cara mengambil sampling random ribuan di tempat tertentu. Kemudian memberikan presentasi tertinggi sampai terendah atas calon kandidat yang disurvei. Perlu diingat, ini tidak kemudian menggeneralisir bahwa mayoritas pemilih telah menentukan pemenang dari calon kandidat yang ada.
Adapun cara kedua ini tidak berkaitan dengan sesat pikir. Tapi terkait dengan metode dalam filsafat yang disebut dengan empiris, yakni melakukan pengalaman secara langsung untuk mengetahui kebenaran pada objek tertentu.
Contoh yang paling pas dalam hal ini adalah KPU yang melakukan pemungutan suara dalam Pilkada, Pileg, ataupun Pilpres. Satu persatu rakyat Indonesia memilih kandidat yang didukung. Kemudian KPU melakukan penghitungan suara. Kemudian dihitung secara total sehingga didapatkan kandidat yang terpilih yang dijadikan sebagai pemimpin yang sah.
Cara kedua ini memang memiliki validitas yang tinggi kebenarannya. Namun memerlukan waktu yang lama serta biaya yang tidak murah. Proses yang dijalankan juga cukup rumit. Meskipun begitu, kebenaran yang dihasilkan adalah pasti.
Cara kedua lebih rumit dari cara pertama. Cara pertama sangat sederhana tapi masih memiliki keraguan dalam validitas kebenarannya. Sedangkan cara yang kedua terlihat rumit, tapi hasilnya jelas kebenarannya.
Lalu bagaimana dengan cara yang ketiga?
Cara yang ketiga itu terkait dengan metode filsafat yang dikenal dengan deduksi. Kita kumpulkan fakta-fakta yang ada. Kita amati dan kita pahami secara teliti. Setelah kita yakin dengan semua bukti dan fakta-fakta yang ada, kita baru menyimpulkan bahwa jeruk yang akan kita beli itu pasti manis.
Dalam logika dan filsafat ada yang kita kenal dengan silogisme. Di mana satu pernyataan dikaitkan dengan pernyataan yang lain lalu diambil kesimpulan untuk mendapatkan kebenaran.
Misalnya:
Semua manusia yang bernyawa pasti mati
Jamal adalah manusia yang bernyawa
Maka, kesimpulannya Jamal pasti mati
Inilah yang dinamakan metode deduksi dengan pola silogisme. Namun perlu diingat, setiap pernyataan harus dipastikan dulu kebenarannya. Apakah benar semua manusia pasti mati? Ya benar. Apakah benar Jamal yang dimaksud adalah manusia? Ya benar. Setelah itu baru diambil kesimpulannya. Jika premis satu dan dua benar, maka otomatis kesimpulannya pasti benar. Namun, jika pernyataan salah satunya cacat, maka pasti kesimpulannya cacat.
Misalnya:
Semua orang padang itu pelit
Ali adalah orang padang
Maka, Ali pasti orang pelit.
Nah, ini kembali lagi pada kesalahan berpikir generalisasi. Apakah semua orang pada itu pelit? Pernyataan ini mengandung stereotype yang belum terbukti kebenarannya. Sehingga jika dikaitkan dengan pernyataan kedua, lalu menghasilkan kesimpulan Ali itu pelit, maka jelas ini salah.
Kita sering temukan kekeliruan berpikir dalam komunikasi sehari-hari. Waspadalah-waspadalah. Sebab dampaknya cukup berbahaya loh.
Kesalahan berpikir akan menjerumuskan kita kepada kerugian yang sangat besar. Salah satunya adalah rugi kalau kita punya akal sehat, tapi nggak digunakan dengan baik.
Apa yang membedakan antara manusia dengan binatang adalah akalnya. Kata Aristoteles sang filsuf, definisi manusia adalah hewan yang berpikir.
Jadi kalau pikiran kita sesat, berarti kita sama saja dengan hewan yang nggak mampu berpikir. Kira-kira begitu. Jadi, jangan tersinggung kalau kamu dibilang anjing! Kalau loe melakukan kesalahan dalam berpikir. Gitu sih.
Ini pentingnya kalau kita belajar filsafat dan logika. Soalnya saya suka risih kalau ditanya apa sih belajar filsafat itu manfaatnya? Ya ini gue tulisin manfaatnya yang relate banget dalam kehidupan kan?
Paling tidak kita mampu mengoptimalkan potensi akal pikiran kita yang luar biasa menjadi sesuatu yang bermanfaat. Jadi, kalau nanti ngobrol sama orang lain udah nggak lakuin sesat pikir lagi ya. Lu harus cerdas dari sekarang. Kata Habib Jafar yang lagi viral dan emang orang cerdas itu, “Orang bodoh itu nyusahin.”
So, jangan jadi orang bodoh ya. Jadi orang cerdas aja. Banyakin baca buku. Buku apa aja deh. Supaya referensi kita jadi luas. Wawasan kita juga makin berkembang.
Semakin banyak pengetahuan kita maka semakin kecil kemungkinan kita untuk melakukan kesalahan berpikir. Seperti contoh yang kedua tadi. Kita mengumpulkan fakta-fakta yang ada dengan harapan kita nantinya bisa menghasilkan kesimpulan yang oke benarnya.
Sebaliknya, kalau kita nggak suka baca. Pengetahuan kita pasti sempit. Akibatnya kita sulit mengumpulkan fakta-fakta. Jadinya kita mudah memberikan stereotype. Contohnya pada kesimpulan Ali itu pelit di atas.
Mulai sekarang ayo kita budayakan membaca-membaca dan membaca. Membaca itu asik kok. Kalau kita tahu beda dengan orang yang nggak tahu. Orang yang banyak tahu pasti lebih berguna daripada orang yang nggak tahu.
Tapi bukan tahu temennya tempe loh ya? Apaan sih jokes bapack-bapack. Iyahhhhh….
Well, intinya gue mau ngasih tau kalau sesat pikir itu wajib dihindari. Cara ngindarinnya adalah dengan perbanyak literasi kita baik dari sumber buku atau sumber lainnya. Apalagi zaman sekarang udah canggih. Tinggal buka hape, cari yang pengen kita tahu, pasti mbah google atau youtube udah nyediain. Kurang enak apa lagi coba?
So, jangan males cari tahu aja sih. Tipsnya. Tapi, ingat perlu dikroscek lagi kalau ketemu yang aneh-aneh. Bisa jadi itu hoax. Hoax juga termasuk mengandung logical fallacy alias sesat pikir. Sama bahayanya. So, hindari hoax dengan perbanyak literasi ya.
Makasih yang udah baca. Semangat menjalani hidup ya. Semoga sukses dalam semua usahamu. Oke! (jml)